Adanya pasal santet ini, kata dia, justru memberi kemajuan bagi KUHP. Selain itu, pasal santet adalah perbaikan dari pasal ilmu nujum yang saat ini sudah berlaku di KUHP.
"Padahal nujum itu lebih kepada ramalan nasib yang sebenarnya substansinya bisa masuk ke dalam penipuan. Akan tetapi santet adalah tindakan jahat yang merusak orang lain atau mengganggu dengan cara yang halus alias bantuan jin dan setan," kata Bukhori di Gedung DPR, Kamis 21 Maret 2013.
Bukhori menilai, pasal santet justru akan melindungi pihak-pihak yang berpotensi untuk dituduh santet dan melindungi seseorang yang akan dijadikan objek santet.
Sementara, yang perlu dicermati dalam pasal santet itu adalah materi penipuannya. Bukan aktivitas santetnya.
"Padahal yang seharusnya, barang siapa yang menawarkan diri, mengiklankan diri, dia mampu dan memiliki kekuatan gaib, dan mampu mencelakakan orang atau membunuh dan seterusnya, ini adalah delik penipuan. Ini adalah delik formil, bukan delik materil. Ini kan dua hal yang berbeda," dia menjelaskan.
Banyak iklan-iklan di koran dan tabloid yang menawarkan diri mengaku bisa melakukan santet. "Itu yang kita kejar. Saya pikir semangat pemerintah perlu kita dukung," kata dia.
Dengan pengertian itu, kata dia, pembuktiannya bisa didapatkan dengan mudah. Misalnya, cukup bukti koran dan tabloid yang memuat iklan santet.
"Jadi tidak perlu sampai ke pembuktian paku-paku, dan apa itu. Itu sisi yang lain. Itu nanti dalam perkembangannya saja," kata dia.
Pasal ilmu nujum diatur dalam pasal 545, 546 dan 547 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Dalam RUU KUHP itu, santet tercantum dalam Pasal 293 ayat (1), yang bunyinya: Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
Sementara, ayat (2) berbunyi: Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per tiga).
Namun tidak semua anggota Komisi III DPR setuju. Anggota Komisi III dari PDIP, Eva Kusuma Sundari, pasal ini rawan manipulasi kaum berduit yang tidak bertanggung jawab. Apalagi masyarakat Indonesia gampang sekali dihasut.
"Klaim pasal ini melindungi. Tapi, menurut saya malah mengakomodasi mobilisasi kebencian," kata Eva.
Tak hanya Eva, anggota komisi III lainnya, Didi Irawadi Syamsudin, juga mempermasalahkan pasal santet ini. Pasal ini, diprediksi justru akan mengundang masalah sebab sulit pembuktian.
(merdeka/21/3/13)
-------------------------------------------------------------
Sumber CoPas : Terima Kasih FanPage Facebook Koran FB
"Padahal nujum itu lebih kepada ramalan nasib yang sebenarnya substansinya bisa masuk ke dalam penipuan. Akan tetapi santet adalah tindakan jahat yang merusak orang lain atau mengganggu dengan cara yang halus alias bantuan jin dan setan," kata Bukhori di Gedung DPR, Kamis 21 Maret 2013.
Bukhori menilai, pasal santet justru akan melindungi pihak-pihak yang berpotensi untuk dituduh santet dan melindungi seseorang yang akan dijadikan objek santet.
Sementara, yang perlu dicermati dalam pasal santet itu adalah materi penipuannya. Bukan aktivitas santetnya.
"Padahal yang seharusnya, barang siapa yang menawarkan diri, mengiklankan diri, dia mampu dan memiliki kekuatan gaib, dan mampu mencelakakan orang atau membunuh dan seterusnya, ini adalah delik penipuan. Ini adalah delik formil, bukan delik materil. Ini kan dua hal yang berbeda," dia menjelaskan.
Banyak iklan-iklan di koran dan tabloid yang menawarkan diri mengaku bisa melakukan santet. "Itu yang kita kejar. Saya pikir semangat pemerintah perlu kita dukung," kata dia.
Dengan pengertian itu, kata dia, pembuktiannya bisa didapatkan dengan mudah. Misalnya, cukup bukti koran dan tabloid yang memuat iklan santet.
"Jadi tidak perlu sampai ke pembuktian paku-paku, dan apa itu. Itu sisi yang lain. Itu nanti dalam perkembangannya saja," kata dia.
Pasal ilmu nujum diatur dalam pasal 545, 546 dan 547 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Dalam RUU KUHP itu, santet tercantum dalam Pasal 293 ayat (1), yang bunyinya: Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
Sementara, ayat (2) berbunyi: Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per tiga).
Namun tidak semua anggota Komisi III DPR setuju. Anggota Komisi III dari PDIP, Eva Kusuma Sundari, pasal ini rawan manipulasi kaum berduit yang tidak bertanggung jawab. Apalagi masyarakat Indonesia gampang sekali dihasut.
"Klaim pasal ini melindungi. Tapi, menurut saya malah mengakomodasi mobilisasi kebencian," kata Eva.
Tak hanya Eva, anggota komisi III lainnya, Didi Irawadi Syamsudin, juga mempermasalahkan pasal santet ini. Pasal ini, diprediksi justru akan mengundang masalah sebab sulit pembuktian.
(merdeka/21/3/13)
-------------------------------------------------------------
Sumber CoPas : Terima Kasih FanPage Facebook Koran FB
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon beri komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada.
Komentar yang mengarah ke tindakan spam akan dihapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter