YERUSALEM -- Palestina tidak memiliki pilihan lain selain melaporkan
Israel ke Mahkamah Kriminal Internasional (ICC). Pilihan ini dilakukan
jika Israel ngotot tetap membangun permukiman ilegal diatas tanah Palestina yang direncanakan menjadi negara masa depan.
Menteri luar negeri Palestina Riad Malki setelah bertemu Dewan Keamanan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Timur Tengah, Rabu (23/1)
mengatakan, keputusan pemerintahnya (melaporkan Israel ke ICC) akan
sangat tergantung pada apa yang Israel lakukan dengan wilayah yang
disebut "E1" di Yerusalem Timur.
Malki menegaskan, jika Israel
ingin melangkah lebih jauh dengan menerapkan rencana permukiman ‘E1’dan
rencana terkait lainnya di sekitar Yerusalem, maka pihaknya akan
melaporkan ke ICC.
‘’Kami tidak punya pilihan lain Hal ini
tergantung pada keputusan Israel. Israel tahu betul posisi kami,’’ ujar
Malki seperti dikutip dari BBC News, Kamis (24/1) .
Palestina
sebelumnya telah mempertimbangkan membawa berbagai sengketa masalah
mereka ICC adalah pilihan. Namun Pernyataan Malki terakhir adalah
ancaman langsung pemerintahnya terhadap apa yang dilakukan Israel
sampai saat ini.
Palestina tentu memenuhi syarat untuk
bergabung dengan ICC setelah Majelis Umum PBB meningkatkan status
Palestina November 2012 dari ‘entitas pengamat’ menjadi ‘ negara non
anggota’ sebuah langkah yang secara luas dilihat sebagai pengakuan de
facto dari negara Palestina secara independen.
ICC mengajukan tuntutan dengan tuduhan genosida, kejahatan perang dan pelanggaran berat Hak Asasi Manusia (HAM) lainnya.
Namun Palestina harus terlebih dahulu mengajukan permohonan untuk
bergabung dengan ICC, sehingga keanggotan mereka membuat ICC menylidiki
Israel.
Koordinator Khusus PBB untuk proses perdamaian Timur
Tengah Robert Serry kepada 15 negara DK BB mengatakan, permukiman
ilegal Israel bertentangan dengan hukum internasional dan ‘semakin
menghalangi perdamaian,’.
Dalam kesempatan sebelumhnya, Malki
dan sejumlah anggota dewan menyebut ‘Negara Palestina’ dalam pidato
mereka pasca keputusan PBB.
Kata-kata ‘Negara Palestina’ juga terpampang di pelat nama untuk delegasi Palestina.
Amerika Serikat (AS), Israel, dan tujuh negara anggota lainnya menentang peningkatan status Palestina di PBB.
Duta Besar AS untuk PBB Susan Rice menjelaskan kepada dewan bahwa
referensi publik mengenai ‘Negara Palestina’ tidak berarti membuat
Palestina menjadi negara berdaulat.
‘’Setiap referensi 'Negara
Palestina' di PBB, termasuk penggunaan istilah 'Negara Palestina' pada
plakat di Dewan Keamanan atau penggunaan 'Negara Palestina' maupun di
undangan, tidak mencerminkan persetujuan bahwa 'Palestina' adalah sebuah
negara,’’ ujar Rice.
AS, Rabu (24/1) bahkan memperbaharui
seruannya supaya dimulainya kembali perundingan perdamaian
Palestina-Israel yang telah terkatung-katung.
Pascakeputusan
PBB, Israel mengumumkan akan membangun lebih dari 3.000 rumah pemukim
ldi Tepi Barat dan Jerusalem Timur. Padahal daerah tersebut Palestina
inginkan untuk negara masa depan, bersamaan dengan Gaza.
Namun
PBB juga menganggap semua permukiman Israel di Tepi Barat tidak sah. E1
mencakup sekitar 12 km persegi (4,6 mil persegi). Sekira 500 ribu warga
Israel dan 2,5 juta warga Palestina tinggal di Tepi Barat dan Yerusalem
Timur.
Sumber CoPas :
Terima Kasih FanPage Facebook Palestina Merdeka Ayo Bergabung
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon beri komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada.
Komentar yang mengarah ke tindakan spam akan dihapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter